Palu,Portalsulawesi.id-Kebenaran kabar keberadaan peti Kemas (Kontainer) yang berisikan material hasil penambangan dari kawasan hutan lindung Oyom ditanggapi dingin oleh pihak penegak hukum, hingga hari ini (Rabu,12 Januari 2022) ,belum ada satupun pihak penegak hukum khususnya kepolisian yang bisa dikonfirmasi terkait langkah penanganannya.
Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah saat coba dikonfirmasi melalui Kabid Humas Polda Sulteng, Kombes Didik Supranoto belum mendapatkan respon, pertanyaan yang dikirimkan melalui pesan singkat di Aplikasi WhastApp tampak hanya tercentang dua tanpa balasan.
Sementara itu, Kasubdit Penmas Polda Sulteng ,Kompol Sugeng Lestari saat dihubungi belum dapat memberikan informasi lebih . “Sabar yaa,kami cek dulu dengan Krimsus “ tulis Kompol Sugeng membalas pertanyaan redaksi Portalsulawesi, Rabu,(12/01/2022).
Pemerhati Hukum dan HAM yang juga Mantan Direktur LBH Progresif Tolitoli , Abdul Razak SH menyoroti kinerja Aparat yang terkesan lambat atau “Slow Respon”. Hal ini menimbulkan berbagai presepsi negative dari kalangan masyarakat akan keseriusan Polisi mengungkap siapa Aktor dibalik Pengiriman Material Tambang asal Dusun Ogotaring Desa Oyom kecamatan Lampasio Kabupaten Tolitoli tersebut.

Menurut Abdul Razak, seharusnya dengan terungkapnya kasus dugaan penyeludupan material tambang illegal tersebut Polisi harus bergerak cepat untuk mengungkap aktor intelektualnya, karena dengan lolosnya material bahan Tambang tersebut ke Palu mengindikasikan lemahnya fungsi Intelejen dari Aparat Kepolisian dan Aparat Hukum lainnya .
“Mengapa Polisi belum bergerak untuk mengungkap kasus ini,ada apa? Apa yang disembunyikan dalam kasus ini , informasinya jelas,detail..barang buktinya masih dalam Kontainer,lokusnya dalam Kota Palu, sekali lagi ada apa dibalik upaya penyeludupan ini? “ Ungkap pria yang akrab disapa Razak kepada Portalsulawesi.
Sebagai Pemerhati Hukum, Razak menilai bahwa kasus dugaan Penyeludupan bahan Material Tambang berbahan baku Tembaga (CU) tersebut dikendalikan sebuah kerja kelompok yang terstruktur, apalagi gudang penampungan material tersebut terletak didalam kota Palu dan berjarak kurang lebih 1 Kilometer dari Markas Brimob Polda Sulteng.
“ Untuk mengangkut material tersebut dari dusun Ogotaring Desa Oyom ,harus melewati beberapa kantor Polsek ,mulai dari Polsek Lampasio,Polsek Tinabogan,Polsek Dampal Utara serta Polsek Dampal Selatan dilingkup Polres Tolitoli, sedangkan memasuki wilayah hukum Polres Donggala pastinya mereka melewati Polsek Sojol di Balukang,Polsek Damsol di Sabang, Polsek Tambu ,Polsek Tompe,Polsek Toaya,Polsek Labuan ,sementara untuk masuk ke wilayah hukum Polres Palu mereka melewati Polsek Palu Utara dan Pos perbatasan antar Kota Palu dan Donggala “ urainya.
Masih menurut Razak, dengan lolosnya material yang diduga hasil pertambangan Ilegal tersebut dari Tolitoli ke Kota Palu adalah sebuah Tamparan buat Institusi Polri khususnya bidang Intelejen yang dianggap lalai memonitor masuknya barang tersebut.
“ Polisi lalai, artinya Kapolda sepertinya harus mengevaluasi kinerja para Kapolres di wilayah yang dilewati saat memuat material tersebut, apalagi dalam Undang undang Nomor .11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan,bahwa Bahan baku Tembaga masuk kategori bahan Galian Vital yakni bahan Galian Golongan B ,Bahan galian vital digolongkan untuk dapat menjamin hajat hidup orang banyak diantaranya adalah besi, mangan, bauksit, tembaga, timbal, seng, emas, platina, perak” Ungkap Razak.
Dalam kasus upaya penyeludupan bahan baku yang diduga Tembaga (CU) dari Kawasan Hutan Lindung di Dusun Ogotaring Desa Oyom Kecamatan Lampasio kabupaten Tolitoli , Aparat hukum dapat menjerat para pelaku dengan berbagai pasal pidana.
Dikutip dari berbagai sumber, beberapa pelanggaran yang sering dilakukan para pengusaha pertambangan Ilegal dilihat dari beberapa kategori,diantaranya
TINDAK PIDANA MELAKUKAN PERTAMBANGAN TANPA IZIN, yakni Kegiatan penambangan dimana pelakunya tidak memiliki izin, maka perbuatannya merupakan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 158 UU Pertambangan yang berbunyi:
“ Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR, atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah).”
TINDAK PIDANA MENYAMPAIKAN DATA LAPORAN KETERANGAN PALSU , dalam melaksanakan kegiatan pertambangan dibutuhkan data-data atau keterangan-keterangan yang benar dibuat oleh pelaku usaha yang bersangkutan seperti data studi kelayakan, laporan kegiatan usahanya, dan laporan penjualan hasil tambang, agar hal tersebut dapat dipertanggungjawabkan.
Perbuatan memberikan data atau laporan yang tidak benar sebenarnya sanksinya sudah diatur dalam Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Surat. Oleh karena pemalsuan suratnya di bidang pertambangan dan sudah diatur secara khusus, terhadap pelakunya dapat dipidana denda dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,-.
TINDAK PIDANA MELAKUKAN EKSPLORASI TANPA HAK , Oleh karena melakukan kegiatan eksplorasi pertambangan didasarkan atas izin yang dikeluarkan pemerintah yaitu IUP atau IUPK, maka eksplorasi yang dilakukan tanpa izin tersebut merupakan perbuatan pidana yang diancam dengan hukuman berdasarkan Pasal 160 ayat (1) UU Pertambangan dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp 200.000.000,-. ***
Pewarta : Heru