Palu,Portalsulawesi.Id – Kelurahan Buluri, sebuah pemukiman padat penduduk diujung barat Kota Palu tepatnya dikecamatan Ulujadi Kota Palu . Kelurahan Buluri dahulu sangat terkenal sebagai sumber komoditas buah lokal yakni Sarikaya.,setidaknya 10 tahun silam.
Kelurahan Buluri saat ini adalah salah satu kelurahan yang setiap harinya pemukimannya dihadiahi Debu dan pasir halus akibat aktivitas pertambangan Galian C dihampir semua sudut kampung, Buluri tak lagi indah, setiap pagi dijam kerja gemuruh crusher terdengar.
Kini buah unggulan itu masih ada, tetapi sudah dalam kepungan tambang galian C. Debu bertebaran dimana-mana dikala musim panas dan disaat hujan banjir kerap terjadi dan menutupi ruas jalan Nasional Palu-Donggala.
Alat berat jenis eksavator dengan angkuhnya mengikis gunung menjadi tontonan gratis di lingkar tambang galian C.
Wandi dari Walhi Sulteng sekaligus Pengkampanye organisasi lingkungan hidup itu mengatakan bahwa sumber mata air terancam industri ekstraktif berupa tambang pasir dan batuan Pesisir Palu Donggala dengan puluhan perusahaan mengelilingi pemukiman warga.
Hal itu, kata Wandi, karena aktivitas eksploitasi sumber daya alam secara masif sehingga diduga berdampak terhadap polusi udara.
Debu tambang akibat aktivitas ekstraksi yang menyelimuti pemukiman, setiap hari dirasakan oleh warga mulai dari tidur hingga bangun lagi. Debu menyebabkan penyakit gangguan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).
“Sebanyak 2.422 orang dari data Puskesmas Anuntodea Tipo tahun 2023 terdiri dari Kelurahan Tipo 915, Buluri 813 dan Watusampu 694,” ungkap Wandi.
Saat ini, lanjut Wandi, warga Buluri makin terancam karena mata air berada dalam konsesi pertambangan.
“Sumber mata air yang tersisa atas kepungan industri kini juga terancam. WALHI Sulteng menemukan ada tiga titik air di Kelurahan Buluri, satu titik air bertempat Valoli yang melintas dibawah mesin crusher di RT 3 yang masih di konsumsi oleh warga 30 kepala keluarga,” terang Wandi.
Menurutnya dua mata air tersebut adalah Uwe Ntumbu, dan Taipa baki yang berjarak hanya 300 meter dari area pertambangan, bahkan parahnya disekitar mata air terdapat debu tebal yang menempel di dedaunan pohon. Sebagai sumber air utama yang digunakan oleh warga 1.308 kepala keluarga untuk kebutuhan sehari-hari seperti mencuci, minum, dan lain-lain.
Sungai Nggolo di Kelurahan Buluri sebelum ada aktivitas pertambangan masih dimanfaatkan oleh warga untuk mencuci, mandi kemudian menjadi wilayah kelola penambang tradisional. Saat ini hal itu berangsur hilang karena dampak dari pertambangan.
“Sumber mata air yang tersisa di Kelurahan Buluri dimanfaatkan warga sebaik mungkin untuk keberlangsungan hidup. Kini warga  khwatiran sumber mata air terakhik Uwentumbu akan hilang,” sambung Wandi.
Anehnya, Pemerintah Sulawesi Tengah mengabaikan dan melakukan pembiaran atas eksploitasi tanpa ada tindakan tegas terhadap pelaku perusak lingkungan.
Justru diberikan karpet merah kepada pelaku usaha pertambangan pasir dan bantuan dengan menerbitkan putusan penanganan debu pada kegiatan pertambangan.
Salah satu adalah pelaku usaha wajib melakukan penyiraman minimal dua kali sehari sesuai arahan dokumen lingkungan/termasuk jalam houling.
Sementara itu, di Kelurahan Watusampu dalam pantauan media ini , Sabtu (29/06/2024) sumber air yang dikonsumsi warga berada dalam kawasan pertambangan. Ditambah lagi pal batas hutan lindung juga ada dalam area konsesi.***
Pewarta : Arman
Editor.    : Heru