Jakarta,Portalsulawesi.Id- Dalam rangka penyehatan usaha mikro dan industry kecil yang potensial, pemerintah mengeluarkan sebuah kebijakan untuk melakukan penghapusan beban utang bagi beberapa sektor usaha kecil ,mikro industri baik disektor pertanian,perkebunan ,peternakan, perikanan dan kelautan. Selain sektor industri mikro tersebut, UMKM yang bergerak dibidang busana,kuliner dan industry kreatif juga menjadi salah satu yang akan menerima manfaat dari peraturan pemerintah ini.
Presiden Prabowo Subianto telah menanda tangani peraturan pemerintah yang menjadi payung hukum penghapusan utang tersebut, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 pada tanggal 5 November 2024. Demikian yang disampaikan Menteri UMKM, Maman Abdurrahman ,seperti yang dilansir Kompas.Id
“ PP ini ditanda tangani dan dibuat agar pihak bank memiliki legitimasi maupun payung hukum untuk menghapus piutang yang tidak perform “ ujar Maman. Ia menyatakan, penghapusan utang hanya berlaku bagi UMKM yang bergerak di sektor pertanian, perikanan, maupun perkebunan yang terkena beberapa permasalahan, yaitu gempa bumi, bencana alam, dan Covid-19.
Masih dilansir dari Kompas.Id, Menteri UMKM Maman Abdurrahman mengatakan, ada kriteria tertentu yang dilihat dalam penghapusan utang ini. Jumlahnya pun maksimal Rp 500 juta untuk badan usaha dan Rp 300 juta untuk perseorangan.
“Memang ada kurang lebih sekitar 1 jutaan orang, diberikan sebuah penghapusan utang piutang, yang notabene adalah bank BUMN kita, Himbara,” kata Maman di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (05/11/2024) .
“Nah, rata-rata untuk badan usaha maksimal Rp 500 juta, yang utang piutangnya 500 juta. Untuk perorangan maksimal Rp 300 juta,” ujar Maman.
Pemerintah juga mengatur terkait kriteria penerima penghapusan utang ,bagi kreditur yang masih mampu membayar maka Peraturan pemerintah ini tidak berlaku untuknya. demikian pula dengan jeda waktu kredit yang bakal dihapus, pemerintah telah menentukan batasan waktu kredit macet yang bakal dihapus lewat kebijakan PP nomor 47 Tahun 2024 ini.
Sementara itu, bagi debitur yang masih mampu bayar, tidak termasuk dalam kategori UMKM yang dihapus utangnya. “Artinya bagi pelaku-pelaku UMKM lainnya yang memang memiliki dan dinilai oleh bank Himbara kita masih memiliki kekuatan untuk terus jalan, ya tidak dihentikan,” jelas Maman.
Penghapusan utang macet ini ditandai dengan ditandatanganinya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 pada tanggal 5 November 2024. PP ini, kata Maman, dibuat agar pihak bank memiliki legitimasi maupun payung hukum untuk menghapus piutang yang tidak perform.
Harapannya, UMKM yang terdampak dalam penghapusan bisa mengajukan pinjaman kembali. “Jadi saya mau sampaikan ini tidak semua pelaku UMKM. Jadi ini sebetulnya sudah terdaftar ini dalam penghapusbukuan di bank masing-masing,” ucap dia. Ia memastikan, penghapusan utang ini tidak pakai APBN.
Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) buka suara terkait resmi ditekennya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 tentang Penghapusan Piutang Macet kepada usaha Mikro Kecil dan Menengah dalam bidang Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perikanan, Kelautan serta UMKM lainnya.
Dilansir dari CNBC Indonesia, Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara mengatakan PP tersebut memang dibutuhkan sebagai turunan dari UU P2SK. Dengan begitu, himpunan bank milik negara (himbara) bisa melakukan hapus tagih.
“PP itu memang dibutuhkan karena satu memang perintah dari UU P2SK, jadi kan selama ini memang bank swasta itu melakukan hapus buku dan kemudian bisa melakukan hapus tagih, jadi itu ada urutannya, tuh,” ujar Mirza selepas acara LIKE It di Gandaria City, Rabu (06/11/2024), Ia menerangkan kalau suatu kredit bermasalah dan menjadi macet, setelah beberapa waktu dapat dihapus buku. Setelah itu, dapat dihapus tagih. Hal ini sudah biasa dilakukan oleh bank swasta.
“Itu kalau bank swasta bisa lakukan dengan fleksibel, tapi kalau bank BUMN itu bisa melakukan hapus buku tapi mereka takut melakukan hapus tagih. Karena masih ada kebimbangan apakah hapus tagi itu kemudian bisa dianggap merugikan keuangan negara,” pungkas Mirza.
Dengan adanya PP yang merupakan turunan dari UU P2SK, ada kepastian hukum kepada bank-bank BUMN untuk melakukan hapus tagih kredit para pelaku UMKM.
Meskipun begitu, Mirza menyatakan bahwa untuk menjaga moral hazard, kredit yang dapat dihapus tagih adalah yang berjumlah kecil saja, dan peminjamnya merupakan petani dan nelayan.
“Tapi tentu untuk menjaga moral hazard makanya jumlahnya kan untuk yang kecil-kecil saja. Dan untuk yang kan ini untuk UMKM kan, yang kecil-kecil saja dan untuk yang petani nelayan, berarti kan kecil-kecil bahkan mungkin pinjaman mikro ya,” pungkasnya.
Selain itu, PP tersebut mengatur pinjaman tersebut harus yang sudah lama, yakni 10 tahun ke atas. Maka, peraturan ini diperuntukkan untuk pinjaman yang dilakukan pada tahun 2014 dan sebelumnya. “Jadi memang sesuatu yang sudah lama sekali dan untuk jumlah yang kecil. Jadi itu,” kata Mirza. ***
Pewarta : Firmansyah
Sumber : dilansir dari Kompas.Com dan CNBC Indonesia