Tolitoli,Portalsulawesi.Id – Kasus dugaan korupsi dana desa yang menyeret Bendahara Desa Oyom inisial ” SHM ” dengan kerugian negara mencapai lebih dari Rp 912 juta menjadi sorotan publik. Pasalnya, kerugian negara ini tidak terjadi hanya karena keteledoran Bendahara desa tetapi juga diduga kuat ada keterlibatan pihak lain yang mempunyai kewenangan dalam mengawal proses penggunaan dana desa.
Peran pendamping desa dianggap mempunyai andil dan peran aktif dalam menjalankan fungsi pengawasan dan pembinaan serta pendampingan penyusunan dan penggunaan dana desa, mereka para pendamping desa terkadang justru ikut larut dalam pusaran kongkalikong dana desa.
Ketua LSM Bumi Bakti Kabupaten Tolitoli, Ahmad Pombang, menyatakan bahwa peran pendamping desa tidak bisa dilepaskan dari pusaran kasus ini. Ia menegaskan bahwa selama ini pendamping desa merupakan perpanjangan tangan Kementerian Desa yang diberi mandat untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana desa.
“Pendamping desa bukan sekadar pengamat pasif. Mereka terlibat dalam proses perencanaan, penyusunan anggaran, hingga pengawasan pelaksanaan dana desa, baik Dana Desa (DD) maupun Alokasi Dana Desa (ADD). Jadi kalau hari ini terjadi korupsi hingga ratusan juta rupiah, jangan cuma bendahara yang jadi sasaran,pendamping desa juga harus diperiksa!” tegas Ahmad.
Ahmad menilai langkah kepolisian Tolitoli dalam mengusut dugaan penyalahgunaan dana desa adalah langkah positif. Namun, ia menegaskan bahwa penindakan harus diperluas. Menurutnya, banyak kasus korupsi di tingkat desa terjadi karena pembiaran, kelalaian, atau bahkan keterlibatan dari oknum pendamping desa dan pendamping kecamatan.
“Kalau mau bersih-bersih, jangan setengah hati. Penyidik harus serius menyikapi ini. Kalau pendamping desa dibiarkan lolos tanpa pemeriksaan, ini akan jadi preseden buruk. Ke mana fungsi pengawasan mereka..? Jangan sampai masyarakat anggap mereka hanya datang terima honor tanpa kerja nyata!” lanjutnya.
Ahmad Pombang mendesak aparat penegak hukum (APH) untuk memanggil dan memeriksa para pendamping desa terkait tugas pokok dan fungsi mereka. Ia menilai, ketegasan dalam mengusut tuntas semua pihak yang terlibat akan menjadi pelajaran penting agar kasus serupa tak terus berulang.
Dalam penanganan kasus tindak pidana, pihak penyidik yang berasal dari kejaksaan atau kepolisian kerap menggunakan Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) untuk memberi ancaman hukuman bagi orang atau kelompok yang ikut serta atau bersekongkol dalam suatu tindak kejahatan.
Berikut penjelasan isi pasal 55 KUHP:
(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
Mereka yang melakukan, menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan;
Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman, penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana, keterangan, atau sengaja menganjurkan orang lain agar melakukan perbuatan.
(2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan beserta akibat-akibatnya.
Unsur Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP menyatakan bahwa pelaku tindak pidana kejahatan adalah orang yang melakukan (pleger), menyuruh melakukan (doenplegen), dan turut serta melakukan (medepleger).***
Pewarta : Moh.Yusuf
Editor. : Heru