Palu,Portalsulawesi.Id- Teluk Palu adalah sebuah perairan yang membentang dari ujung Kota Tua Donggala hingga pesisir barat kabupaten Donggala , cakupan luas laut diteluk palu diperkirakan mencapai 25-30 Mil atau sekitar 40 Kilometer dari pusat kota Palu.
Teluk Palu menjadi salah satu wilayah perairan yang memiliki bentang laut dengan aktivitas pelayaran yang padat sejak dahulu , kegiatan bongkar muat Pelabuhan dikawasan ini terbilang aktif dibeberapa titik lokasi Pelabuhan.
Perairan teluk palu masuk dalam wilayah kerja Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas II Teluk Palu , setidaknya ada 4 pelabuhan rakyat yakni Pelabuhan Pantoloan, Pelabuhan Donggala, Pelabuhan Wani dan Pelabuhan Penyebrangan Taipa.
Sedangkan Dua dermaga milik TNI AL dan Polri terletak di Kelurahan watusampu Kota Palu dan Desa Labuan Kabupaten Donggala.
Selain Pelabuhan tersebut, diteluk palu ada 41 Tersus dan TUKS yang melakukan kegiatan perekonomian yang mempergunakan alur pelayaran sebagai jalur perlintasannya.
Dari data Direktorat Jenderal Perhubungan laut Direktorat Kepelabuhan tercatat ada 6 Terminal Khusus (Tersus)dan 35 terminal Untuk kepentingan Sendiri (TUKS) yang menjadi wilayah kerja KSOP Teluk Palu.
Terminal Khusus (Tersus) diteluk Palu yang terdaftar diantaranya satu Tersus milik PT Pertamina di desa Loli Oge Kabupaten Donggala,dua tersus milik PT Global dengan bidang usaha energi.
Selanjutnya ada Tersus bidang Industri yakni milik PT Conch Internasional Trade Indonesia serta PT Semen Tonasa Perseroan serta PT Bintang Manunggal Persada.
Sedangkan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) terbanyak melakukan aktifitas pertambangan , ada puluhan TUKS atau Jetty yang dibangun pemilik usaha dipesisir teluk Palu.
Dari data Tersus dan TUKS yang dilansir dari laman https://simpel.dephub.go.id tertanggal 25 Februari 2023 ditemukan data TUKS di wilayah kerja KSOP Teluk Palu sebanyak 35 terminal, sedangkan data yang diperoleh dari KSOP Kelas II Teluk Palu tercatat 39 nama TUKS.
Dalam Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah Nomor 10 Tahun 2017 Tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil
Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2017-2037 dijelaskan bahwa sejumlah wilayah pesisir termasuk teluk palu telah dilakukan pemetaan sesuai zonasi, baik itu zona perikanan tangkap, zona Kawasan Pelabuhan umum (KPU) Pelabuhan (PL) serta Zona Pertahanan Keamanan.
Dijelaskan dalam perda nomor 10 tahun 2017 tentang RZWP3K bahwa subzona KPU-PL-28 hingga 30 mengatur DLKr/DLKp pelabuhan terminal khusus tambang non logam /batuan dari wilayah pesisir Banawa hingga labuan,termasuk DLKr/DLKp terminal khusus
Dengan banyaknya Pelabuhan,TUKS serta Tersus baik yang dikelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ,pemerintah daerah bahkan swasta perlu adanya tatakelola yang baik ,sehingga Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di tengah keterbatasan APBN dapat meningkat.
Tetapi, dikawasan kerja KSOP Teluk Palu ini diduga masih ada kegiatan yang illegal baik berupa pemuatan material tambang non logam dari wilayah tak berijin, Ijin Usaha Pertambangan (IUP) yang telah mati hingga keberadaan Terminal untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) yang belum memiliki legalitas.
Disinyalir, ada sejumlah TUKS dan tersus di wilayah kerja teluk palu menyalahgunakan fungsinya dengan melayani kegiatan kepelabuhanan untuk kepentingan lain di luar yang ditentukan. Selain itu, masih belum memenuhi standar pelayanan operasional pelabuhan untuk melayani kegiatan kapal dan barang, sehingga tidak memenuhi aspek keselamatan dan pelayanan yang baik.
Padahal pemerintah melalui Menteri Perhubungan telah mendorong pelaku usaha pemilik TUKS dan tersus yang mengurus izin menjadi Badan Usaha Pelabuhan (BUP), sehingga dapat melayani kegiatan kepelabuhanan untuk kepentingan umum sesuai dengan ketentuan, serta memenuhi aspek keselamatan dan pelayanan.
Diduga kuat , praktek lancung pelaku usaha bisnis material galian C ini terkesan terlindungi oleh sejumlah oknum aparat penegak hukum. Buktinya, hingga sekarang dugaan praktek pemuatan material galian C dari lokasi yang ijinnya bermasalah masih saja terus berlangsung tanpa adanya tindakan penertiban.
Dari sebuah sumber terpecaya diketahui bahwa sejumlah besar TUKS dan Tersus diwilayah teluk palu tidak memiliki ijin yang legal , bahkan ditenggarai dukomen amdal yang menjadi prasyarat terbitnya ijin rekomendasi TUKS dari instansi berwenang tidak memiliki dokumen perijin dasar baik itu ijin ruang darat maupun ijin ruang laut .
“terkadang Amdal terbit tanpa melampirkan perijinan dasar yakni ijin ruang laut dan ijin ruang darat sesuai Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah Nomor 10 Tahun 2017 Tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil “ ungkap sumber.
Masih menurut sumber, perijinan TUKS wajib memenuhi syarat ijin ruang berupa kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut .
“harus sesuai dengan Permen KP no 28 tahun 2020 yang juga telah disesuaikan dengan UU Cipta kerja tentang izin “ jelas sumber.
Parahnya, ada TUKS dibangun dikawasan tangkap justru membuat ruang tangkap nelayan tradisional terganggu ,bahkan keberadaan TUKS tanpa proses perijinan yang prosedural dapat merusak biota laut termasuk terumbu karang.
“lalu Lalang tugboat dan tongkang yang berisi muatan material membuat biota laut diperairan pesisir teluk ini semakin rusak, ikan semakin susah ditangkap, baru pelaku usaha cuek saja dengan nasib nelayan tradisional “ keluh Aldi, salah seorang nelayan di sekitar perairan Watusampu.
Hasil investigasi media ini, setidaknya ada 54 TUKS disekitar teluk Palu yang melakukan aktifitas pemuatan material tambang non logam , baik berupa bebatuan ,batu amor , Sirtukil hingga pasir halus.
Parahnya, sejumlah TUKS malah belum memiliki legalitas , bahkan ada yang hanya mengantongi rekomendasi KSOP untuk pengurusan ijin.
Praktek Overloading (muatan lebih) juga menjadi catatan penting prilaku penyedia usaha Galian C di wilayah hukum KSOP Teluk Palu .

Ditemui diruang kerjanya, KSOP Kelas II Teluk Palu yang diwakili Kepala Seksi KBPP (Keselamatan Berlayar Penjagaan dan Patroli ),Muhlis menegaskan pihaknya secara rutin mengawasi semua aktivitas bongkar muat diwilayah kerjanya, termasuk kegiatan di Tersus dan TUKS.
“kami secara rutin mengawasi secara ketat proses penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (SPM) ,jika ada yang tak sesuai kami tidak akan proses “ ujarnya, Rabu (23/02/2023).
Ditanyakan terkait dugaan praktek overloading (kelebihan muatan), Muhlis bersikukuh jika pihaknya tidak pernah meloloskan ijin berlayar bagi kapal yang akan lepas tali dengan muatan berlebihan.
“ada orang kami dilapangan yang melaporkan semuanya pak,baik dari alat keselamatan kerja dikapal, dokumen kapal,muatan hingga kondisi kapal “ jelasnya.
Muhlis juga menjelaskan bahwa ada bidang lain yang juga mempunyai tugas untuk mengawasi kelengkapan dokumen kapal dan muatan sebelum berangkat.
“disini ada Bidang lalu lintas laut (lala), itu yang mengimput data administrasi sebelum saya setujui clerence out kapal “ imbuhnya.
Muhlis juga menegaskan bahwa pihaknya tidak segan segan menindak tegas jika ada kapal dan muatannya yang tidak sesuai dengan aturan mengajukan ijin berlayar usai pemuatan.
“lapor kesaya pak jika ditemukan ada kapal tongkang yang memuat material illegal dan memakai TUKS tak berijin untuk labuh, saya pastikan tidak akan saya kase berangkat “ tegas pria berkacamata tersebut.***
Pewarta : Heru