Jakarta,Portalsulawesi.Id- Beruntunnya insiden kecelakaan kerja yang menyebabkan kebakaran dan menewaskan dua pekerja di smelter nikel PT Gunbuster Nickel Industri (GNI) yang berbuntut dengan aksi mogok kerja serta bentrokan terbuka yang melibatkan kubu pekerja asing dan pekerja lokal harusnya dijadikan momentum untuk mengevaluasi keberadaan perusahaan pengolah nikel tersebut di Morowali Utara.
Akibat bentrok yang terjadi pada Sabtu malam (14/01/2023) tersebut, dua pekerja dari masing masing kubu tewas, 71 orang ditahan oleh aparat Kepolisian.

Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI , Mulyanto menilai sudah waktunya pemerintah untuk melakukan evaluasi komprehensif program hilirisasi nikel ini. Pasalnya, selaku wakil rakyat dirinya tidak ingin program hilirisasi yang berbiaya tinggi ini hanya menghasilkan manfaat secara nasional yang terbatas, apalagi memunculkan instabilitas dan korban jiwa.
“ Dengan pembebasan pajak ekspor, pph badan, ppn, dan berbagai insentif fiskal dan non fiskal lainnya, sangat disayangkan kalau industri smelter ini terutama hanya menghasilkan produk setengah jadi bernilai tambah rendah, seperti NPI (nickel pig iron) dengan kandungan nikel ~ 4% atau fero nikel dengan kandungan nikel ~10 %. Bukan stainless steel atau nickel matte yang bernilai tambah tinggi , sementara harga bijih nikel yang dipasok untuk industri smelter nikel ini hanya separo dari harga nikel internasional “ ungkapnya kepada Media ini, Minggu ( 15/01/2023) melalui Aplikasi WhastApp.
“ Inikan menjadi program hilirisasi setengah hati dengan hasil produk setengah jadi bernilai tambah rendah “ katanya.
Masih menurut Mulyanto, nilai ekspor meningkat, namun penerimaan negara nihil. “Yang diuntungkan terutama adalah investor, yang dominan dari Tiongkok. Bukan kita “ ujarnya.
Atas pertimbangan itulah, Anggota DPR RI Komisi VII ini meminta agar pemerintah berani bersikap untuk mengevaluasi dan menutup smelter yang hanya berpotensi menguntungkan investor tersebut.
“ Smelter seperti ini harusnya ditutup. Tidak sebanding antara insentif fiskal dan non fiskal yang digelontorkan dengan manfaat nasional yang kita terima “ kritiknya.
Menurutnya, evaluasi komprehensif ini penting dilakukan sebelum kita melangkah lebih jauh pada program hilirisasi SDA mineral lainnya, seperti bauksit, tembaga, timah dll.
“Apalagi kita telah dinyatakan kalah oleh WTO terkait kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel untuk mendukung program hilirisasi nikel”tulisnya.
Khusus untuk smelter PT. GNI, Mulyanto mendesak Pemerintah untuk mencabut Izin operasi smelter ini, kemudian dilakukan “audit teknologi”.
“ Bukan hanya soal K3, kita juga khawatir pabrik ini mengadopsi sistem teknologi usang serta komponen peralatan yang berkualitas rendah, yang beresiko tinggi dan membahayakan bagi pekerja dan masyarakat “ tegasnya .***
Pewarta : Heru