Tolitoli,Portalsulawesi.Id – Berita pemagaran laut puluhan kilometer di propinsi Banten begitu menghebohkan jagat Maya, Pemerintah pusat turun tangan mencabuti ratusan ribu bambu yang terpancang diliat tersebut. Semua elemen negara dikerahkan, sayangnya siapa yang bertanggung jawab dalam kasus kapling laut ini terasa menguap tanpa kejelasan.
Hal yang sama terjadi pula di kabupaten Tolitoli, ada ratusan meter laut dikelurahan Baru Kecamatan Baolan telah disertifikat oleh segelintir orang berduit. Bahkan terungkap bahwa laut di dalam kota Tolitoli ini telah memiliki Sertipikat Hak Milik ( SHM).
Hal ini terungkap saat Anggota DPRD Tolitoli, Jemi Yusuf, menyoroti dugaan penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas kawasan laut di Kelurahan Baru, Kecamatan Baolan, Kabupaten Tolitoli. Ia menilai hal ini sebagai persoalan serius yang harus segera ditindaklanjuti oleh pemerintah.
“Jakarta dan Banten ribut dengan pagar laut, tapi di Tolitoli laut disertifikatkan, mana yang hebat?” tulis Jemi dalam akun Facebook pribadinya pada Kamis (30/01/2025).
Pernyataannya muncul di tengah sorotan publik terhadap pagar laut di Bekasi dan Tangerang, yang disebut telah menghalangi akses nelayan serta merusak ekosistem pesisir. Data dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menunjukkan bahwa selain di Tangerang, sertifikasi lahan laut juga ditemukan di berbagai daerah, seperti 20 hektar laut Sumenep, 656 hektar laut Sidoarjo, dan 23 hektar laut Makassar.
Menanggapi hal ini, Jemi Yusuf mendesak pemerintah untuk mencabut SHM yang terbit di kawasan laut Tolitoli dan mengusut pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitannya. Ia menekankan bahwa legalisasi kepemilikan pribadi atas laut dapat berdampak buruk terhadap lingkungan dan mengancam keberlanjutan objek vital, termasuk Pelabuhan Dede Tolitoli.
“Di Pelabuhan Dede dan Jalan Baru ada tempat tambatan perahu tradisional dan bagang yang bisa terancam akibat sertifikasi ini,” ujar Jemi , seperti dilansir dari thisis.tolitoli, Jumat (31/1/2025).
Lebih lanjut, Jemi menilai bahwa pencabutan sertifikat ini selaras dengan visi Aksa Cita Presiden Prabowo, khususnya dalam menjaga keseimbangan lingkungan dan memastikan keadilan sosial bagi masyarakat pesisir. Ia berharap pemerintah segera mengambil langkah konkret untuk mengatasi permasalahan ini sebelum dampaknya semakin meluas.
Polemik sertifikasi laut ini menambah daftar panjang sengketa agraria di Indonesia. Kini, masyarakat menunggu langkah tegas pemerintah dalam menertibkan kebijakan pertanahan demi menjaga kelestarian lingkungan dan hak akses publik terhadap sumber daya alam.***
Pewarta : Moh. Yusuf
Editor. : Heru
Sumber lain : @Thisis.Tolitoli