Palu,Portalsulawesi.Id – Upaya pengungkapan kerugian negara akibat aktivitas perusahaan PT Rimbunan Alam Sentona ( RAS) oleh penyidik Kejaksaan Tinggi Sulteng terasa lamban, walau berkali kali diagendakan pemeriksaan tetapi hingga saat ini belum ada satupun petinggi PT Agro Astra Lestari Indonesia (AALI) yang dijadikan statusnya sebagai tersangka.
Dalam catatan media ini,penyelidikan kasus PT RAS oleh penyidik Kejati Sulteng telah dilakukan sejak bulan Juni 2024 . Kemudian pada bulan Agustus 2024 ,Penyidik Kejaksaan Tinggi Sulteng menaikkan status penyelidikan PT AALI menjadi Penyidikan.
Jeda waktu yang nyaris setengah tahun ini,Penyidik Kejati Sulteng tampak mulai “lembek” dalam melakukan pemeriksaan. Para petinggi PT Agro Astra Lestari Indonesia ( PT AALI) masih santai melaksanakan aktivitas seperti biasa ,bahkan dalam berbagai kesempatan mereka yang diperiksa memilih tidak hadir menemui penyidik.
Bahkan, dalam penelusuran media ini,Presiden Direktur dan Komisaris Utama PT Agro Astra Lestari Indonesia ( AALI) belum ada dalam daftar pemeriksaan Penyidik Kejati Sulteng. Padahal jika merujuk kepada perundang undangan yang mengatur terkait Perseroan Terbatas ( PT) yakni Undang Undang nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) ,maka pihak yang paling bertanggung jawab dalam kasus pendudukan lahan PT RAS dan semua anak perusahaan PT Astra Agro Lestari Indonesia Indonesia seharusnya adalah Direktur dan Komisaris Utama perusahaan.
Dari sumber terpercaya, kegiatan PT RAS dan beberapa anak perusahaan PT Agro Astra Lestari Indonesia di Sulawesi Tengah yang tidak mengantongi ijin Hak Guna Usaha ataupun menduduki lahan PTPN XIV yang sekarang telah berubah menjadi PTPN I diduga kuat merugikan negara ratusan milyar rupiah. Sayangnya,sekian puluh tahun beroperasi anak perusahaan PT AALI di bumi Sulawesi Tengah telah mengeruk hasil bumi secara ilegal tidak tersentuh penegak hukum.
Pemerhati Hukum,Ahmar SH mengkritik sikap Penyidik Kejaksaan Tinggi yang terkesan “lamban” dan enggan memeriksa pucuk pimpinan PT Agro Astra Lestari Indonesia. Hal ini menimbulkan spekulasi akan keseriusan Kajati Sulteng dalam mengungkap kerugian negara dalam kasus PT AALI.
” Kajati Sulteng terkesan hanya sekedar gertak sambal,hanya sekedar berburu receh dari kasus ini,jika benar serius menangani kasusnya, periksa Direktur dan Komisaris Utama PT Agro Astra Lestari Indonesia, seret mereka ke meja Hijau jika benar telah merugikan negara ” ungkap mantan Direktur LBH Sulteng Periode 2007-2017 ini.
Ahmar bahkan mengingatkan bahwa dalam kasus besar seperti ini kerap terjadi jual beli hukum dan negosiasi perkara yang membuat masalah pokoknya tidak tuntas diungkap. ” Hati hati makelar kasus dalam perkara korupsi besar seperti ini, banyak celah yang akan dibangun para mafia hukum agar lepas dari jerat hukum ” pesannya.
Dalam sebuah kesempatan, Manager Media & PR Analyst PT Astra Agro Lestari tbk Muh Husni bertemu dengan para pewarta untuk menjelaskan ” mangkirnya ” sejumlah pejabat terasnya di periksaan Kejaksaan Tinggi, Kamis (28/11/2024) silam.
“kami tidak mangkir,tapi kebetulan ada kesibukan lain, sehingga kami minta penundaan atau penjadwalan ulang untuk pemeriksaan direktur perusahaan kami,” ungkap Husni.
Menurut Husni,pihaknya tetap Kooperatif dalam setiap tahapan hukum yang tengah dijalani PT AALI di Kejati Sulteng
“Kami mendukung dan menghormati proses hukum yang sedang dalam proses,”jelas Husni.
Pada kesempatan lain, Kasi Penkum Kejati Sulteng, Laode Sofyan ,SH ,MH menjelaskan bahwa perhitungan sementara kerugian yang diderita negara akibat beroperasinya PT RAS mencapai Rp79 miliar.
” Kerugian negara capai Rp.79 miliar ,ini masih dari satu komponen,” katanya.
Kerugian negara terjadi karena PT RAS ini diduga beroperasi di atas lahan Hak Guna Usaha (HGU) milik PT Perkebunan Nusantara XIV (PTPN XIV) yang merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sejak tahun 2009 lalu.
PT AALI juga pernah dituduh melakukan perampasan lahan, pelanggaran HAM, dan operasi ilegal. Emiten dibawah naungan Astra Group ini dituduh memiliki kebun ilegal di dalam kawasan hutan di Indonesia.***
Pewarta : Heru